Kamis, 20 Oktober 2011

VERSI CERITA RAKYAT KAHYANGAN DI KELURAHAN PLASAH KECAMATAN SRESEH KABUPATEN SAMPANG DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI

VERSI CERITA RAKYAT KAHYANGAN
DI KELURAHAN PLASAH KECAMATAN SRESEH
KABUPATEN SAMPANG DAN FUNGSINYA BAGI
MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI

Di susun oleh:
Usman Afandi
SRN “08”
082144214


JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra pada dasarnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan sosial. Setiap bangsa atau suku bangsa memilikikehidupan sosial yang berbeda dengan suku bangsa lain. Demikian pula suku Jawa yang memiliki kehidupan sosial khas terutama dalam sistem atau metode budayanya. Sastra terlahir atas hasil karya perilaku manusia dalam kebudayaan yang beranekaragam suku, ras, agama, dan tradisi yang berbedabeda. Keanekaragaman tersebut memiliki ciri khas tersendiri dan hal itu memberikan pemasalahan dengan pemahaman serta tanggapan yang berbedabeda (Wijayanthi, 2007: 1).
Kebudayaan yang ada dalam masyarakat merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat yang telah disesuaikan dengan masyarakat lingkungannya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Kebudayaan masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai yang bertumpu pada sastra, kesenian, agama serta sejarah (Wibowo, 2003: 1).Dari pengertian itu, kebudayaan ada karena masyarakat menciptakannya, dan kebudayaan itu diciptakan juga untuk kepentingan kehidupan mereka dalam bermasyarakat. Selanjutnya menurut Santoso sebagai suatu pengetahuan pilihan hidup dan suatu praktik komunikasi dari (dalam Daroeni, 2001: 1) kebudayaan perwujudan keseluruhan hasil pikiran, perabersumber pada usaha budi manusia dalam mengelola cipta, rasa, dan karsanya serta mengungkapkan identitas kemanusiaannya dalam rangka memilih dan merencanakan tanggapan untuk pelaksanaan kegiatan yang mengarah pada tujuan kehidupannya. Ada batasan yang lebih dinamis tentang kebudayaan, yaitu kebudayaan dipandang sebagai manifestasi dari tiap orang dan masyarakat. Manusia di dalam hidupnya cenderung bersifat aktif, yaitu selalu melakukan Perubahan terhadap lingkungan hidupnya. Lingkungan di sini bersifat luas, yaitu mencakup keseluruhan aspek kehidupan termasuk aktivitas-aktivitas yang dikerjakan dan di dalam benaknya selalu diwarnai ide-ide untuk melakukan perubahan terhadap lingkungan alam sekitarnya. Manusia senantiasa mengambil sikap sebagai subjek dan berusaha menguasai alam lingkungannya. Hal inilah yang membedakan manusia dengan binatang, dan merupakan pengertian dasar darimkebudayaan (Peursen, 1988: 19). Pada hakikatnya kebudayaan merupakan realisasi gagasan-gagasan, simbol-simbol sebagai hasil karya dan perilaku manusia. Kebudayaan terdiri dari beraneka ragam wujud yang mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia. Masyarakat pendukung selalu berusaha menjaga, melestarikan dan mengembangkan yang dicerminkan melalui tingkah laku hidupnya (Daroeni,2001: 2).Kebudayaan meliputi segala realisasi manusia, termasuk di dalamnya adalah karya sastra. Karya sastra merupakan hasil dari kreativitas manusia baik secara tertulis maupun secara lisan. Karya sastra yang tertulis misalnya prosa, cerita pendek, cerita bersambung, novel dan lain-lain, sedangkan karya sastra lisan adalah karya sastra yang diwariskan turun-temurun secara lisan, dan salah satu jenis karya sastra lisan adalah cerita rakyat. Kaitannya dengan ini Soeprapto (dalam Sudarsono, 1986: 42) menyatakan bahwa salah satu ciri yang membedakan foklor dengan kebudayaan yang lain adalah cara penyebaran maupun kelestariannya yang dilakukan secara lisan.
Yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah cerita rakyat “Kahyangan”. Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang penyebarannya dilakukan secara lisan dari mulut ke mulut. Hutomo (1993: 1) berpendapat bahwa sastra lisan mengandung nilai budaya nenek moyang, sebab sastra lisan termasuk bagian dari folklor. Selanjutnya menurut Danandjaja (1997: 2) foklor adalah sebagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun disertai contoh dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat.
Istilah sastra lisan dan folklor, dalam penelitian ini untuk selanjutnya digunakan istilah cerita rakyat. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemahaman yang mungkin dapat berbeda dari pembaca serta agar sesuai dengan judul yang digunakan.
Dapat dikatakan bahwa cerita rakyat adalah cerita yang sudah diceritakan kembali di antara orang orang yang berada dalam beberapa generasi. Isi cerita rakyat biasanya bersifat datar menurut si penuturnya. Cerita rakyat bersifat anonim. Maksudnya, dalam cerita rakyat tidak diketahui pengarangnya secara pasti. Salah satu efek dari sifat anonim tersebut memungkinkan cerita rakyat akan dapat mengalami perubahan seiring dengan perkembangan waktu.
Penggalian terhadap warisan budaya nenek moyang memang perlu dilakukan guna menghindari kelenyapan. Bukan tidak mungkin budaya warisan itu akan hilang begitu saja jika tidak dijaga dan dilestarikan. Pemahaman terhadap budaya tersebut nantinya bisa ditemukan hasil-hasil yang bisa memberikan manfaat dalam kehidupan manusia, misalnya saja mengenai nilai-nilai sejarah dan nilai-nilai sosial yang ada dalam cerita rakyat.
Kenyataan membuktikan bahwa masyarakat masih akrab dengan alam sekitarnya melalui kepercayaan, yaitu warisan nenek moyang. Semua berkaitan erat dengan kepercayaan yang sulit dilepasnya dan dilupakan begitu saja. Kekuatan alam dirasakan sebagai kekuatan yang menguasai dan menentukan keberadaan manusia. Hal ini terbukti, meskipun orang-orang telah rasional dan hidup di zaman modern banyak orang yang tidak dapat menghindarkan diri dari kekuatan alam yang mereka rasakan dan tertarik pada gerakan kebatinan maupun mendatangi tempat-tempat yang dianggap bisa memberi tuah untuk memecahkan masalah hidup. Misalnya, banyak orang yang datang ke suatu tempat yang dianggap keramat (sebagai contoh Kahyangan) untuk menenangkan diri dengan bersemedi atau napak tilas memohon petunjuk kepada Allah SWT melalui tempat tersebut.
Cerita rakyat banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah cerita rakyat “Kahyangan” yang merupakan petilasanpertapaan Panembahan Senopati di Kelurahan Plasah, Kecamatan Sreseh, Kabupaten Sampang. Cerita rakyat “Kahyangan” yang dimiliki masyarakat Plasah tersebut mempunyai kemungkinan untuk berperan sebagai kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra lisan. Cerita rakyat “Kahyangan” merupakan cerita rakyat yang masih tetap hidup dan dipertahankan dalam kehidupan masyarakat Plasah. Masyarakat Plasah pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya begitu yakin bahwa “Kahyangan” dianggap dapat memberi berkah. Misalnya, bila seseorang ingin mencalonkan untuk menjadi seorang pemimpin, maka ia memohon berkah atau petunjuk kepadaAllah SWT di “Kahyangan” melalui juru kunci atau dengan memahami perjalanan Panembahan Senopati yang merupakan raja pertama Mataram yang pernah bertapa di “Kahyangan” . Karena kepercayaan itu mereka merealisasikan dengan napak tilas yang biasanya diadakan setiap malam Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon serta malam Satu Suro.
Dengan latar belakang tersebut penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Cerita Rakyat Kahyangan di Kelurahan Plasah, Kecamatan Sreseh, Kabupaten Sampang dan Fungsinya Bagi Masyarakat: Tinjauan Resepsi”.

B. Fenomena dan Fokus

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah maka diperlukan
suatu Fenomena dan fokus , yaitu sebagai berikut.

1. Bagaimana struktur cerita rakyat “ Kahyangan “ di Kabupaten Sampang
2. Bagaiman resepsi masyarakat terhadap cerita rakyat “Kahyangan”di Kabupaten Sampang.
3. Bagaiman fungsi cerita rakyat “Kahyangan” bagi masyarakat.

C. Tujuan Penelitian

Agar penelitian tepat sasaran maka diperlukan suatu tujuan. Adapun tujuan dari penelitian inisebagai beikut:

1. Mendskripsikan struktur cerita dalam cerita rakyat”Kahyangan” di Kabupaten Sampang.
2. Mendiskripsikan resepsi masyarakat terhadap cerita rakyat “Kahyangan”di kabupaten Sampang .
3. Mendiskripsikan fungsi cerita rakyat “Kahyangan” bagi masyrakat.

D. Manfaat Penelitan

Penelitian yang baik harus bermanfaat. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengembangkan ilmu-ilmu sastra pada umumnya dan sastra lisan pada khususnya. Selain itu juga untuk menginventarisasikan dan mendokumentasikan kebudayaan daerah.
2. Memberikan gambaran pada pembaca mengenai salah satu cerita rakyat yang ada di Sampang, yaitu cerita rakyat “Kahyangan.”
3. Memberikan masukan bagi tenaga peneliti mengenai cerita rakyat “Kahyangan”, yang mungkin dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian sebuah karya ilmiah. Keaslian penelitian ini dapat diketahui dari pemaparan beberapa penelitan sebagai tinjauan pustaka. Sepengetahuan penulis belum ada penelitain cerita rakyat “Kahyangan” dengan menggunakan Tinjauan Resepsi.
Penelitian serupa telah dilakukan oleh Ikha Sari Wijayanthi (2007) STKIP PGRI, dengan judul “Legenda Ki Ageng Pandan Arang di Desa Bedi Wetan, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo dan Fungsinya Bagi Masyarakat Pemiliknya: Tinjauan Resepsi”. Hasil yang didapat berdasarkan analisis resepsi adalah bahwa tanggapan masyarakat terhadap legenda ini ada yang bersifat pasif, aktif, positif, dan negatif.
Tanggapan pasif adalah kelompok masyarakat yang menganggap lokasi makam Ki Ageng Pandan Arang merupakan tempat untuk mengabulkan doa. Adapun tanggapan aktifnya mereka menolak lokasi makam Ki Ageng Pandan Arang dijadikan sebagaitempat untuk mengabulkan segala permintaan dan sebenarnya Allah SWT yang menentukan segalanya.
Tanggapan positif dapat dilihat dari adanya orang yang berkunjung ke makam dengan tujuan untuk berziarah, selain itu juga memiliki tujuan untuk silaturahmi. Adapun tanggapan negatifnya adalah adanya masyarakat yang tidak menyukai seseorang yang datang ke makam memiliki niat mempersekutukan Allah SWT (musyrik).
Berdasarkan analisis fungsinya legenda tersebut berpengaruh bagi kehidupan masyarakat yakni fungsi bidang agama , bidang budaya, bidang pendidikan, bidang sosial, dan bidang ekonomi. Fungsi bidang agama adalah adanya masjid Gala yang konon didirikan oleh Amangkurat I, yang memberikan inspirasi atau pandangan bagi masyarakat pemiliknya yang mayoritas beragama Islam. Fungsi bidang budaya adalah sebagai tempat untuk berziarah dan mengenang leluhurnya. Fungsi bidang pendidikan adalah
adanya pesan-pesan moral dalam legenda ini mengajak masyarakat pemiliknya yang mayoritas beragama Islam untuk mempelajari ilmu Syariat, Tarekat, Hakikat, dan Makrifat serta sebagai penyiar agama Islam. Fungsi bidang sosial adalah legenda Ki Ageng Pandan Arang menjelaskan tentang kerukunan dan kegotongroyongan atau disebut juga patembayatan, dan agar masyarakat menerapkan ajaran tersebut. Fungsi bidang ekonomi khususnya untuk pedagang sekitar makam, makam Ki Ageng Pandan Arang dijadikan sebagai sarana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan mengurangi pengangguran masyarakat sekitar makam.
Persamaan penelitian yang dilakukan Ikha Sari Wijayanthi dengan penelitian ini adalah dalam analisis sama-sama terdapat analisis fungsi cerita rakyat terhadap masyarakat. Sedangkan perbedaannya adalah dalam hal tinjauan yang digunakan, jika penelitian Ikha Sari Wijayanthi menggunakan tinjauan foklor yang berarti penekanannya pada struktur yang yang membangun cerita rakyat tersebut. Sedangkan penelitian ini menggunakan tinjauan resepsi yang berarti lebih menekankan pada resepsi atau tanggapan masyarakat terhadap cerita rakyat.
Berdasarkan uraian tentang hasil penelitian terdahulu, maka dapat dilihat bahwa orisinalitas penelitian dengan judul “CERITA RAKYAT KAHYANGAN DI KELURAHAN PLASAH, KECAMATAN SRESEH, KABUPATEN SAMPANG, DAN FUNGSINYA BAGI MASYARAKAT: TINJAUAN RESEPSI” dapat dipertanggjawabkan.



BAB II
PEMBAHASAN

Landasan Teori

1. Hakikat Foklor

Foklor sebagian dari kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun temurun di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat,(Danandjaja, 1997: 2).
Foklor berasal dari kata folk dan lore. Menurut Dundes (dalam Danandjaja, 1997:1) folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, kebudayaan sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Istilah lore merupakan tradisi folk yang berarti sebagian kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui contoh yang disertai gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Jika folk adalah mengingat, lore adalah tradisinya.
Foklor mempunyai beberapa ciri pengenal utama yangmembedakan dengan kebudayaan lainnya. Ciri-ciri utama tersebut menurut Danandjaja (1997, 3-4) adalah seperti berikut.
a) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh disertai gerak isyarat, dan alat bantu pengingat) dari generasi ke generasi berikutnya.
b) Foklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar, dan juga di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi.
c) Foklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda-beda. Hal ini diakibatkan oleh cara pembacanya menyampaikan cerita dari mulut ke mulut (lisan), sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses inte dengan mudah dapat mengalami perubahan. Walaupun demikian, perbedaan hanya terletak pada bagian karyanya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan. Rpolasi (interpolation) foklor
d) Foklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui oleh orang lain.
e) Foklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat biasanya selalu menggunakan kata-kata klise seperti “bulan empat belas hari”, untuk menggambarkan seorang gadis, “seperti ular berbelit-belit”, untuk menggambarkan kemarahan seseorang, atau ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutup yang baku, seperti kata “sahibu hikayat”… dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusny atau “menurut empunya cerita”…demikian konon”.
f) Foklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya, mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik atau pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
g) Foklor bersifat prologis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sama dengan logika umum.
h) Foklor menjadi milik berasama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan oleh penciptaan pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
i) Foklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali kelihatan kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat banyak foklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

2. Hakikat Cerita Rakyat

a) Pengertian Cerita Rakyat

Istilah cerita rakyat menunjuk kepada cerita yang merupakan bagian dari rakyat, yaitu hasil sastra yang termasuk ke dalam cakupan foklor. Cerita rakyat adalah suatu bentuk karya sastra lisan yang lahir dan berkembang dari masyarakat tradisional yang disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk yang standar disebarkan di antara kolektif tertentu dari waktu yang cukup lama dengan menggunakan kata klise ( Danandjaja, 1997: 4 ).
Cerita rakyat adalah sesuatu yang dianggap sebagai kekayaan milik yang kehadirannya di atas dasar keinginan untuk berhubungan sosial dengan orang lain. Dalam cerita rakyat dapat dilihat adanya berbagai tindakan berbahasa guna menampilkan adanya nilai-nilai dalam masyarakat ( Semi, 1993: 79 ).

b. Macam-macam cerita rakyat

Bascom dalam Danandjaja (1997: 50) membagi cerita prosa menjadi tiga macam sebagai berikut.
1. Mite (Myth)

Bascom (dalam Danandjaja 1997: 50) mengatakan bahwa mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh si empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang dannterjadi pula di masa lampau.
Mite di Indonesia dapat dibagi menjadi dua macam berdasarkan tempat asalnya, yakni yang asli Indonesia dan berasal dari luar negeri, terutama India, Arab, dan negara yang berasal dari Laut Tengah.
2. Legenda


Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunya sifat-sifat luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau Bascom (dalam Dananjaja, 1997: 50).
Brunvard (dalam Danandjaja, 1997: 67) mengemukakan penggolongan legenda sebagai berikut:
 legenda keagamaan (Religius Legends)
 legenda alam gaib (Supranatural Legends)
 legenda perorangan (Personal Legends)
 legenda setempat (Local Legends)

3. Dongeng

Dongeng adalah prosa rakyat yang tidak dianggap benarbenarterjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun cerita Bascom (dalam Dananjaja, 1997: 50).
3. Mitos Bagian dari Foklor

Mitos berarti suatu cerita yang benar dan menjadi milik mereka yang paling berharga karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model bagi tindakan manusia (Eliade dalam Susanto, 1987:91). Peursen, (1988: 42) memberikan arti terhadap mitos dengan berpijak pada fungsi mitos tersebut dalam kehidupan manusia. Mitos bukan sekadar cerita mengenai kehidupan dewa-dewa, namun mitos merupakan cerita yang mampu memberikan arah dan pedoman tingkah laku manusia sehingga bisa bersifat bijaksana.
Kekuatan mitos sangat besar sehingga memberikan arah kepada kekuatan manusia dan memberikan arah kepada kelakuan manusia. Mitos biasanya dijadikan semacam pedoman untuk ajaran suatu kebijaksanaan bagi manusia. Melalui mitos, manusia merasa dirinya turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian, dapat pula merasakan dan menanggapi daya kekuatan alam. Mitos muncul karena manusia menyadari ada kekuatan gaib di luar dirinya. Mitos itu tidak memberikan informasi mengenai kekuatan-kekuatan yang ada, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam dan kehidupan sukunya.
Selanjutnya Peursen (1988: 37) memberikan gambaran mengenai mitos. Mitos adalah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Cerita itu dapat dituturkan, tetapi juga dapat diungkapkan, misalnya lewat tari-tarian atau pementasan wayang. Inti dari ceritnya adalah lambang-lambang yang mencetuskan pengalaman manusia purba.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mitos merupakan suatu cerita yang dianggap memberikan arah dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari mitos begitu saja, meskipun kebenaran suatu mitos belum tentu memberikan jaminan dan bisa dipertanggungjawabkan. Cerita rakyat “Kahyangan” merupakan sebuah mitos yang oleh masyarakat masih dmasih menyimpan kekuatan gaib. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang mempercayai bahwa cerita rakyat “Kahyangan” benarbenar memberikan manfaat bagi mereka yang napak tilas di tempat tersebut .

4. Pendekatan Struktural

Di dalam ilmu sastra ada dua macam pendekatan. Dua pendekatan itu disebut pendekatan ekstrinsik dan pendekatan intrinsik Wellek (dalam Hutomo: 1993: 7). Dua pendekatan ini oleh Sudjiman disebut ancangan ekstrinsik dan ancangan intrinsik. Ancangan ekstrinsik ialah “pendekatan terhadap sastra dengan menggunakan ilmu bantu bukan sastra sepertisejarah, sosiologi, dan sebagainya”. Ancangan intrinsik ialah “pendekatan terhadap karya sastra dengan menerapkan teori dan kaidah sastra: pendekatan bertolak dari karya sastra itu sendiri” Sudjiman (dalam Hutomo, 1993: 7-8).
Pendekatan intrinsik menganalisis, misalnya, plot (alur), perwatakan, gaya bahasa, latar, bentuk, tema, amanat, dan lain-lain. Hal ini juga terdapat di dalam sastra lisan (Hutomo, 1993: 8). Semua yang diungkapkan Hutomo itu merupakan unsur-unsur dalam, yang berperan membangun sebuah cerita, baik itu novel ataupun cerita rakyat.
Selanjutnya Stanton (dalam Jabrohim, 2003) mendeskripsikan unsur-unsur pembangun struktur itu terdiri atas tema, fakta cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita terdiri atas tema, alur, tokoh, dan latar, sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, dan suasana simbol-simbol, imajinasi dan juga cara-cara pemilihan judul di dalam karya sastra. Fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.
Dapat dikatakan bahwa analisis struktural berusaha untuk menunjukkan dan menjelaskan unsur-unsur yang membangun karya sastra. Menurut Nurgiyantoro (2000: 37), teori struktural seperti alur, penokohan, tema, dan latar dapat mengungkapkan latar belakang serta aspirasi kemasyarakatan dalam cerita.
Untuk lebih jelasnya mengenai unsur-unsur intrinsik karya sastra yang meliputi tema, tokoh/penokohan, plot/alur, latar/setting seperti di atas akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

a. Tema

Tema adalah ide, gagasan sentral sebuah cerita. Tema merupakan kerangka berfikir pengarang dalam penciptaan sebuah karya sastra. Keberadaan tema tersirat bukanlah tersurat, jelas dan dapat kita temukan begitu saja. Stanton (2007: 8) mengatakan bahwa tema bukanlah sesuatu yang diungkapkan pengarang secara langsung.
Pandangan Fananie (2000: 84) mengenai tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat, maka tema yangdiungkapkan bisa sangat beragam. Tema bisa berupa persoalan moral, etika, agama sosial budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah kehidupan.
Ada satu perbedaan pandangan mengenai tema karya fiksi dengan cerita rakyat. Tema karya fiksi (misalnya novel) umumnya hanya satu tema atau gagasan pokok dalam sebuah
cerita. Tetapi tema cerita rakyat menurut pandangan Volkov seperti yang dikutip Propp (1987: 8) mengatakan bahwa tema
cerita rakyat atau disebut cerit-cerita ajaib meliputi sepuluh tema, yaitu (1)Tentang hukuman yang tidak adil; (2) Tentang Wira Bodoh; (3) Tentang tiga beradik; (4) Tentang pembunuh naga; (5) Tentang pencarian jodoh; (6) Tentang gadis yang bijaksana; (7) Tentang orang yang terkenal; (8) Tentang orang yang mempunyai azimat; (9) Tentang pemilik benda-benda sakti; (10) Tentang istri yang curang. Akan tetapi penggabungan mengenai kesepuluh tema tersebut agar bisa dirumuskan menjadi satu tema yang utuh tidak dijelaskan.
Dalam penelitian ini tidak menggunakan tema seperti yang diungkapakan Volkov tersebut, karena tema-tema itu menurut peneliti tidak ada yang sesuai dengan tema cerita rakyat “Kahyangan” yang peneliti teliti tetapi menggunakan tema yang biasa untuk menganalisis cerpen dan novel.
b. Plot/Alur

Plot atau sering juga disebut alur adalah bagaimana jalannya sebuah cerita dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu merupakan hubungan sebab-akibat. Akibat yang ada disebabkan oleh peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Plot atau sering juga disebut alur adalah bagaimana jalannya sebuah cerita dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. Peristiwa-peristiwa yang terjadi itu merupakan hubungan sebab-akibat. Akibat yang ada disebabkan oleh peristiwa yang terjadi sebelumnya.
Dari dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa plot atau alur adalah keseluruhan rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.
Akan tetapi alur menurut Nurgiyantoro dan Stanton seperti yang di atas biasanya hanya untuk analisis unsur intinsik pada karya sastra seperti novel dan cerpen tidak untuk analisis alur cerita rakyat. Propp (1987) mengungkapkan analisis alur untuk cerita rakyat terdapat 32 tahapan/ bagian, yaitu: (1) salah satu anggota keluarga meninggalkan rumah; (2) salah satu larangan diucapkan kepada pahlawan: (3) larangan dilanggar; (4) penjahat mencoba untuk mencari keteranganmengenai mangsanya; (5) penjahat menerima informasi mengenai mangsanya; (6) penjahat mencoba memperdaya/ menipu mangsanya dengan tujuan untuk merampas apa yang dimiliki mangsa; (7) mangsa terperdaya dengan tipu muslihat
penjahat; (8) penjahat membuat susah atau cidera terhadap seseorang di dalam sebuah keluarga; (9) salah seorang anggota keluarga mempunyai keinginan untuk memiliki sesuatu; (10)kekurangan dikmaklumi, pahlawan diperintah untuk pergi (diutus); (11) penjahat memutuskan untuk membalas kekalahannya; (12) pahlawan meninggalkan rumah; (13) pahlawan diserang, sehingga pahlawan menggunakan alat gaib atau pembantunya; (14) pahlawan membalas apa yang sudah dilakukan penjahat terhahapnya; (15) pahlawan memperoleh benda sakti/ bertemu dengan pembantu sakti; (16) pahlawan dipindahkan/ diantarkan ke tempat ang dia cari; (17) pahlawan dan penjahat terlibat dalam pertarungan; (18) pahlawan diberi tanda; (19) penjahat dibunuh; (20) rintangan awal dapat diatasi; (21) pahlawan pulang; (22) pahlawan dikejar; (23) pahlawan diselamatkan; (24) pahlawan yang lain (belum dikenali) datang; (25) pahlawan palsu memberikan tuntutan palsu; (26) suatu tugas yang berat diberikan/ dibebankan kepada pahlawan; (27) tugas dapat diselesaikan; (28) pahlawan palsu dapat dikenali; (29) pahlawan palsu yaitu penjahat dihukudiberi sebuah kedudukan; (31) penjahat yang palsu dihukum; (32) pahlawan menaiki tahta (menjadi seorang raja/ pemimpin).; (30) pahlawan.
Penelitian ini menggunakan teori alur seperti yang diungkapkan Propp di atas, akan tetapi tidak semua bagian alur itu digunakan. Peneliti hanya menggunakan beberapa bagian alur yang sekiranya cocok atau sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Alur yang digunakan dalam penelitian ini adalah; (1) salah seorang anggota keluarga mempunyai keinginan untuk memiliki sesuatu; (2) pahlawan meninggalkan rumah; (3)
suatu tugas yang berat dibebankan/ diberikan kepada pahlawan; (4) pahlawan dipindahkan/ diantarkan ke tempat yang Ia cari; (5) pahlawan bertemu dengan pembantu sakti; (6) tugas dapat diselesaikan; (7) pahlawan pulang; (8) pahlawan dan penjahat terlibat dalam pertarungan; (9) penjahat dibunuh; (10) pahlawan diberi kedudukan; (11) pahlawan menaiki tahta.
c. Tokoh/Penokohan

Tokoh berperan penting dalam membangun sebuah cerita Kehadiran tokoh akan membawa ke mana arah cerita itu. Tokoh bukan hanya memainkan cerita, tetapi tokoh akan menyampaikan ide atau gagasan pengarang kepada pembaca. Tokoh atau disebut jugapenokohan merupakan satu bagian penting dalam membangun sebuah cerita. Tokoh-tokoh tersebut tidak saja berfungsi untuk memainkan cerita, tetapijuga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot, dan tema. Semakin berkembangnya ilmu jiwa, terutama psiko-analisa, merupakan pula salah satu alasan pentingnya peranan tokoh cerita sebagai bagian yang ditonjolkan oleh pengarang Sumardjo (dalam Fananie, 2000: 87-86).
Selanjutnya Propp juga berpendapat bahwa tokoh atau menurut Propp disebut pelaku merupakan unsur yang sangat penting bagi sebuah cerita. Propp (1987: 23) menyatakan fungsi pelaku adalah asas (sesuatu yang sangat penting) bagi sebuah cerita.

d. Latar/Setting

Setting atau tempat adalah tempat peristiwa dalam cerita
tu terjadi. Stanton (2007: 35) menyebutnya dengan istilah latar adalah lingkungan yang melingkupi peristiwa dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung.
Lebih dari itu, setting bukan hanya menunjuk pada tempat terjadinya peristiwa, tetapi menurut Stanton (2007: 35) setting/latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau suatu periode sejarah.
Setting hakikatnya tidaklah hanya sekadar menyatakan di mana, kapan, dan bagaimana situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial, dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis (Nurgiyantoro, 2000: 97-98). Jadi, setting atau latar mencakup segala sesuatu tentang keadaan alam atau lingkungan, waktu bahkan sampai pada gambaran sosial kemasyarakatan tempat yang dijadikan latar dalam cerita.

Untuk lebih jelasnya mengenai kajian struktural mengenai tema, alur, penokohan,dan latar cerita rakyat “Kahyangan”, dalam penelitian ini dibahas dalam bab III, yaitu Asal-Usul dan Analisis Struktural Cerita Rakyat Kahyangan.
5. Teori Resepsi

Penelitian resepsi sebenarnya wilayah telaah pragmatik sastra. Penelitian pragmatik merupakan kajian sastra yang berorientasi pada kegunaan karya sastra bagi pembaca. Aspek kegunaan sastra ini dapat diungkapkan melalui penelitian resepsi pembaca terhadap cipta sastra (Endraswara, 2003: 115).
Pegetahuan pembaca mengenai karya sastra yang sedang dikajinya menjadi suatu hal yang penting bagaimana dia bisa menggali makna yang terkandung di dalam karya sastra tersebut. Pemahaman pembaca terhadap karya sastra ditentukan dari bagaimana dia bisa menangkap makna dan menterjemahkannya ke bahasa yang mudah dia mengerti. Setiap pembaca mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap karya sastra, meskipun karya sastra yang dibaca itu sama. Segers (dalam Pradopo, 2003 :9) mengatakan bahwa setiap pembaca itu mempunyai konsep-konsep tertentu atas karya sastra disebabkan oleh pengalamannya, pendidikan sastra, dan bacaan-bacaan sastranya, kecakapan atau kemampuan pemahamannya atas norma-norma sastra dan pemahaman kehidupan.
Segers (2000: 35) mengatakan bahwa estiteka resepsi secara ringkas dapat disebut sebagai suatu ajaran yang menyelidiki teks sastra dengan dasar reaksi pembaca yang riil dan mungkin terhadap suatu teks sastra.
Pembaca ditempatkan sebagai subjek penuh dalam penelitian karya sasra. Pembaca tugasnya mengapresiasi karya sastra sehingga sastra tersebut mempunyai arti sesuai dengan persepsi pembacanya. Teeuw (1988: 50) mengatakan bahwa pendekatan pragmatik sebagai salah satu bagian ilmu sastra yang menitikberatkan dimensi pembaca sebagai penangkap dan pemberi makna pada karya sastra.
Pembaca, menurut teori resepsi terbagi kepada pembaca biasa dan pembaca ideal. Pembaca ideal adalah pembaca yang membaca karya sastra sebagai bahan penelitian. Pembaca biasa adalah pembaca yang membaca karya sastra hanya sebagai karya sastra, tidak sebagai bahan penelitian (Junus dalam Atmazaki, 1990: 74).
Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya sehingga dapat memberikanreaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu mungkin bersifat pasifyaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di dalamnya. Tanggapan mungkin jugabersifat aktif, yaitu bagaimana ia “merealisasikan”nya .karena itu resepsi sastra mempunyai pengertian luas, dengan berbagai kemungkinan penggunaan(Junus, 1985: 1).
Karya sastra adalah benda mati yang belum mempunyai makna, dia akan bermakna jika sudah dibaca atau diapresiasi. Selanjutnya Junus (1985: 99) berpendapat bahwa suatu karya sastra dikatakan mempunyai makna apabila memiliki hubungan dengan pembaca. Resepsi sastra memusatkan perhatian kepada antar teks dan pembaca. Pembaca mengkonkretkan makna atau arti yang ada dari suatu (unsur dalam) teks.
6. Fungsi Cerita Rakyat

Cerita rakyat atau juga disebut mitos yang hidup dalam suatu masyarakat memberikan fungsi bagi masyarakat tersebut. Menurut Peursen (1988: 37) fungsi cerita rakyat bagi masyarakat ada tiga macam yaitu menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan ghaib, memberikan jaminan masa kini, dan memberikan pengetahuan pada dunia.
Fungsi yang pertama adalah menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ghaib, berarti cerita rakyat tersebut tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan itu, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yangm mempengaruhi dan mengatasi alam dan kehidupan sekitarnya. dongeng-dongeng dan upacara-upacara mistis seperti upacara korban. Alam itu bersatu padu dengan alam atas, dengan dunia ghaib. Ini tidak berarti kehidupan manusia primitif seluruhnya berlangsung dalam alam atas yang penuh dengan daya-daya kekuatan gaib.
Fungsi mitos yang kedua, yaitu mitos memberikan jaminan masa kini, misalnya pada musim semi bila ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng atau diperagakan tarian-tarian, sebagaimana pada zaman purbakala para dewa juga mulai menggarap sawahnya dan memperoleh hasil yang berlimpah-limpah. Cerita serupa itu seolah-olah mementaskan atau menghasilkan kembali suatu peristiwa yang dulu pernah terjadi.
Jaminan masa kini dapat diartikan bahwa masyarakat mempercayai dengan melakukan ritual (nyadran) hasil yang akan dicapai maksimal. Biasanya dilingkungan masyarakat kegiatan ritual (nyadran) dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan dapat memberikan berkah, misalnya di danyangan. Danyangan yaitu menurut masyarakat merupakat tempat bersemayamnya arwah nenek moyang.
Dan fungsi mitos yang terakhir adalah memberikan pengetahuan tentang dunia. Artinya, fungsi ini mirip dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran modern, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi (Peursen, 1988: 37).
Bagi masyarakat yang mempercayai mitos, mitos berarti sesuatu yang benar dan menjadi milik mereka yang berharga, karena merupakan sesuatu yang suci, bermakna dan menjadi contoh model bagi kehidupan manusia. Itulah sebabnya mitos dianggap memberi petuah bagi kehidupan manusia.
Selain fungsi itu, foklor terutama yang lisan dan sebagian lisan masih mempunyai banyak fungsi yang menjadikannya sangat menarik untuk diselidiki. Fungsi-fungsi itu menurut Bascom (dalam Dananjaja, 1997: 19) ada empat, yaitu; (a) Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif; (b) Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; (c) Sebagai alat pendidikan anak; (d) Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar normanorma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode kualitatif, yaitu prosedur yang menghasilkan data-data tertulis atau lisan tentang orang-orang dan perilaku yang diamati. Brannen (2002: 83) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif secara khas terkait dengan observasi partisipatoris, wawancara semi dan tidak terstruktur, kelompok-kelompok fokus, telaah teks-teks kualitatif dan berbagai teknik kebahasaan seperti percakapan dan analisis wacana.
Data dalam Cerita Rakyat Kahyangan merupakan sumber informasi yang menjadi pokok bahasan. Hal-hal yang perlu dipaparkan dalam penelitian ini meliputi tempat dan waktu penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini adalah Kelurahan Plasah, Kecamatan Sreseh , Kabupaten Sampang.

3. Objek Penelitian

Sudaryanto berpendapat bahwa objek adalah unsur-unsur yang bersama-sama dengan sasaran penelitian membentuk kata dan konteks data (dalam Wijayanthi, 2007: 20). Objek penelitian yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah struktur cerita rakyat Kahyangan yang hanya dibatasi pada tema, penokohan, latar, dan setting. Objek penelitian lainnya adalah resepsi dan fungsi cerita terhadap masyarakat.

4. Data dan Sumber Data

Kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama, baik melalui catatan tertulis maupun data rekaman (Moleong dalam Wibowo, 2003: 122). Data pada dasarnya merupakan bahan mentah yang dikumpulkan oleh peneliti dari dunia yang dipelajarinya (Sutopo, 2002: 73). Adapun data dalainformasi tentang struktur cerita, resepsi masyarakat, dan fungsi cerita rakyat “Kahyangan” terhadap masyarakat.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian dapat berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, dokumen atau arsip-arsip bendabenda lain. Sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut.
a. Sumber data primer adalah sumber asli, sumber pertama peneliti. Dari sumber data primer ini akan dihasilkan data primer, yaitu data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data oleh penyidik untuk tujuan khusus. Sumber data primer dari penelitian ini adalah informan (narasumber), yaitu juru kunci, pengunjung, dan masyarakat sekitar.
b. Sumber data sekunder adalah sumber data yang berkedudukan sebagai penunjang penelitian. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku yang merupakan arsip “Kahyangan” yang ditulis Ramelan pada tahun 1999 dengan judul “Petilasan Pertapan Kahyangan Dlepih” dan juga buku mata pelajaran Sejarah yaitu Lembar Kegiatan Siswa pada kelas VII B yang disusun oleh Sumarno. Buku tersebut menerangkan mengenai kapan Sutowijoyo (tokoh utama) mulai naik tahta kerajaan, ini berarti buku pelajaran sejarah tersebut ada kaitannya dengan penelitian yang penulis lakukan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian dan sumber data, teknik pengumpulan data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini sebagai berikut.

a. Wawancara

Wawancara adalah teknik mengumpulkan data, yang digunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada sipeneliti (Mardalis, 2006: 64). Informan yang dapat memberikan keterangan secara langsung dalam penelitian ini antara lain juru kunci, pengunjung, dan masyarakat sekitar.

b. Observasi

Mardalis (2006: 63) mengatakan bahwa observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam suatu penelitian, merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan sistematis tentang keadaan/fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat.
Kegiatan observasi yang dilakukan adalah dengan mengunjungi tempat atau menyaksikan benda-benda fisik yang bekaitan dengan cerita “Kahyangan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data dengan menggunakan dokumen dan arsip. Basuki (dalam Puspitasari, 2007: 32) menyebutkan bahwa penelitian akan lebih mudah
dan dapat bertahan lama jika diadakan perekaman, baik itu dalam bentuk foto, buku, maupun perekaman suara. Semua itu yang disebut dokumen, sedangkan dokumentasi adalah kegiatan yang menyangkut dokumen. Tujuan dari dokumentasi adalah menyelenggarakan kegiatan dokumenter dalam memilih informasi yang dibawa oleh berbagai wahana dan butir pengetahuan. Dokumen yang dikumpulkan harus utuh dan mutakhir.
Adapun wujud dokumentasi dalam penelitian ini adalah rekaman terhadap pawang cerita (juru kunci), pengunjung dan masyarakat yang dilakukan dengan tape recorder.

6. Validitas Data


Untuk menjamin validitas/keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi data, yaitu cross chek antara data yang satu dengan data yang lain. Moleong (1992: 178) menyatakan bahwa teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dengan menggunakan triangulasi data, akan diperiksa kebenaran data dengan menggunakan pembanding antara data dari sumber data yang
satu dengan sumber data yang lain sehingga keabsahan dan kekbenaran data akan diuji oleh sumber data yang berbeda.
Data yang diperoleh kemudian dikonsultasikan dengan tiga sumber berbeda, yaitu pawang cerita (juru kunci), masyarakat, dan pengunjung. Masing-masing data kemudian di-cross chek untuk menentukan kevalidannya.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan juru kunci adalah bahwa Sutowijoto atau Panabahan Senopati adalah raja pertama Mataram yang dulunya sebelum menjadi raja bertapa di Kahyangan.
Kemudian data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan 2 (Mbah Karimun), yaitu masyarakat sekitar Kahyangan adalah bahwa kahyangan merupakan tempat bertapanya Sutowijoyo (anak Ki Ageng Pemanahan), yaitu seorang pujangga kerajaan Pajang
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan penunjung adalah bahwa Panembahan Senopati berhasil dalam mewujudkan cita-citanya untuk menjadi raja karena sebelumnya bertapa di Kahyangan yang berada di Kelurahan Plasah Kecamatan Sreseh Kabupaten Sampang
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga narasumber di atas, yaitu juru kunci, masyarakat sekitar dan pengunjung dapat dilihat ketiganya menunjukan kesesuaian mengenai resepsi atau tanggapan mereka terhadap cerita rakyat Kahyangan. Ketiga informan memberikan informasi bahwa Kahyangan merupakan tempat bertapanya Sutowijoyo atau Panembahan Senopati, yaitu raja pertama Mataram. Hal ini berarti menunjukan bahwa data-data dalam penelitian ini valid.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Patton (dalam Moleong, 2002: 103) adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif, yaitu data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung/menolak hipotesis yang telah disusun sebelum penelitian ini dimulai, tetapi abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul pada data yang dilaksanakan secara teliti. Teori dikembangkan dimulai di lapangan, studi dari data yang terpisah-pisah dan atas bukti-bukti yang terkumpul saling berkaitan (Sutopo, 2002: 39).
Teknik induktif dalam penelitian ini berusaha menjelaskan sub pokok bahasan dari masing-masing bab, setelah itu ditentukan kesimpulan secara umum dari pembahasan/penjelasan yang telah dilakukan.
Pada penelitian ini proses analisis akan dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif. Menurut Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002: 186), dalam model analisis interaktif terdiri dari tiga kemampuan analisis, yaitu reduksi data, sajian data, penarikan simpulan/verifikasinya, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. Dalam proses ini peneliti aktivitasnya tetap bergerak diantara komponen analisis dengan pengumpulan datanya selama proses pengumpulan data masih berlangsung. Kemudian selanjutnya peneliti hanya bergerak diantara tiga komponen analisis tersebut setelah pengumpulan data selesai pada setiap unitnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa dalam penelitian ini. Proses interaktif dapat digambarkan skema sebagai berikut (Sutopo, 2002: 189).






























BAB III
PENUTUP


Strukturalisme levi strauss memandang cerita sebagai cerita yang berstruktur ,mempunyai hubungan antara struktur-struktur itu sendiri .di dalam cerita kahyangan teori struralisme levi strauss di gumakan untuk menganalisis struktur cerita tersebut ke dalam beberapa episode guna untuk mengetahui cerita serta oposisi dari masing-masing tafsir episodenya .
Cerita kahyangan meruapakan salah satu kepercayaan berakar pada masyrakat Plasah Sreseh Sampang ,cerita ini yang berlaku pada sebagian masyrakat Madura ini terdapat perbedaan serta persamaan cerita ,namun demikian secara umum dari semua versi mempunyai kesamaan inti pokok hal-hal yang di ceritakan sehingga dapat di jadikan dalam suatu rekontruksi cerita.
Dengan demikian cerita rakyat ini dapat menjadi suatu cerita yang paling di sukai oleh kalangan manapun .

ANALISIS CERPEN “LINTAH” KARYA DJENAR MAESA AYU DENGAN KAJIAN STRUKTURAL

Dalam cerpen Djenar yang berjudul ”Lintah” yang menggambarkan penderitaan seorang anak korban penindasan ibu dan pacar sang ibu dan melebih-lebihkan dengan kalimat khusus ”ibu saya memelihara seekor lintah”

Cerpen “ LINTAH “ adalah karya dari penulis yang bernama Djenar maesa ayu. Dari judul cerpen ini sungguh menarik hati bagi para pembacanya dan menggugah rasa ingin tahu cerita cerpen “ LINTAH “ ini. Cerpen ini pasti akan membuat para pembaca menyangka bahwa tokoh “ LINTAH “ ini adalah seekor hewan tapi dalam cerita ini “ LINTAH “ berperan sebagai seorang laki-laki yang hanya saja di ibaratkan sebagai Lintah. Dalam cerpen ini, Jhenar berhasil meramu berbagai permasalahan dari hubungan cinta dan seksualitas dan kebencian yang dirasakan.
Dari cerpen yang berjudulkan “ LINTAH “ ini memiliki latar cerita hanya di rumah saja tidak di tampat-tempat yang lain. Dengan beralur maju karena dari waktu ke waktu dan bersudut pandang lintah sebagai tokoh utama.
Cerita pendek ini berawal dari seorang ibu yang memelihara seekor hewan Lintah yang telah di buatkan kandang lengkap dengan tempat tidur, tempat makan dan kamar mandi di tempatkan tepat disebelah kamar Ibu. Saya (Maha) dalam cerpen ini kurang setuju dengan kehadiran Lintah dirumahnya, sering Saya merengek untuk meminta Ibunya memelihara hewan lain tapi Ibu bersih keras untuk tetap memelihara Lintah dirumahnya.
Cerpen yang bertokohkan Ibu, Anak (Maha) dan Lintah ini mempunyai karakteristik sifat yang berbeda-beda. Disini Djenar menceritakan “ LINTAH “ yang memiliki sifat tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya, seenak hatinya saja , kurang ajar, pandai menarik hati, suka tertawa di atas penderitaan orang. Sedangkan tokoh Ibu memiliki sifat yang sangat penyayang terutama pada Lintah tapi tidak pada Saya (Maha), mudah marah saat Saya (Maha) membicarakan tentang keburukan lintah, tapa sayangnya Ibu tidak pernah percaya pada semua omongan sang Anak karena sang Ibu sudah terlanjur menyayangi dan percaya pada Lintah. Tokoh Saya (Maha) adalah seorang anak yang penyabar, selalu mengalah dan selalu iri pada Lintah karena Lintah sudah merebut kasih sayang dari Ibunya.
Dari hari ke hari hubungan sang Ibu dengan Lintah semakin erat saja. Kalau dulu sang Ibu hanya membawanya ke dalam kamar, sekarang Ibu membawanya kemana-mana. Karena penasaran atas apa yang dilakukan Ibu di dalam kamar dengan Lintah, sang anak (Saya) mengintip disela-sela tirai yang sedikit terbuka, betapa kaget sang anak setelah melihat apa yang terjadi dikamar, dia melihat seekor ular yang merah menyala. Lidahnya menjulur keluar dan liurnya menetes ke bawah.
Pada bagian cerita yang ke dua, sang Ibu adalah seorang penyanyi yang jarang sekali pulang karena tidak tentu jadwal kerjanya. Sering sang anak (Saya) berfikir dia lebih suka kalau Ibunya tidak dirumah karena “Saya” sudah muak melihat kedekatan Ibu dengan Lintah. Sering kali Ibu menyanyi dengan Lintah yang sudah berubah menjadi ular-ular kecil di atas kepalanya. Ibu memang sudah terkenal, dia diberi julukan penyanyi medusa. Dari profesi sang Ibu itu, ekonomi keluargapun semakin membaik.
Pada bagian ini adalah permasalahan yang di alami oleh “Saya” yang semakain membenci Lintah karena Lintah yang telah membelah diri dan menyelinap ke bawah baju Saya dan dari kejadian ini saya juga membenci Ibunya.
Dari cerpen yang berjudulkan “ LINTAH “ ini menggunakan majas perumpamaan misalnya pada kata “ senja kelam dan suara petir bertalu-talu “. Di cerpen ini juga mengandung beban mental yang di alami oleh tokoh Saya, karena sering sekali tertekan oleh sikap Lintah terhadapnya. Seperti saat makan bersama disaat Ibu melemparkan makanan keatas kepalanya dan uluar-ular itu berebutan rakus diatas sana. Tentu saja sikap itu membuat tokoh saya tidak nafsu makan lagi tapi dia harus menghabiskan makanannya karena Ibu akan marah bila makanan itu tidak di habiskan, nah disitulah Lintah seakan menertawakan tokoh Saya denagan penuh kegembiraan. Tidak berhenti disini saja, kejadian itu datang lagi waktu pulang sekolah dan berada dalam kamar sang Ibu. Tiba-tiba saja Lintah melucuti dan menikmati tubuh Saya dengan wajah yang menyala seperti ular kobra yang siap memangsa mangsanya. Karena tokoh saya yang masih di bawah umur itu jelas dia merasakan beban mental yang begitu dalam atas perilaku Lintah.
Dari cerpen ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa janganlah sesekali menagalah terhadap orang yang akan menindas kita, selagi kita bisa berbuat apa yang terbaik buat kita, karena mengalah dari hal-hal yang membuat kita rugi pasti akan merugikan kita sendiri. Dan janganlah kita meniru sifat sang Ibu yang begitu sayang pada sang Lintah dan tunduk pada Lintah begitu saja tanpa melihat orang yang disayanginya (anaknya). Karena sifat-sifat Lintah yang buruk tidak baik untuk di contoh dalam kehidupan kita. Betapa buruknya sifat Lintah dalan cerpen ini yang selalu ingin menang sendiri tanpa menghiraukan perasaan “ Saya “.